MASIGNASUKAv102
3466012207913743702

Sharing Time Tentang Keadilan Bagi Perempuan dalam Segala Lini

Sharing Time Tentang Keadilan Bagi Perempuan dalam Segala Lini
Add Comments
1/12/2021
Daftar Isi [Tampil]

 

Kali ini saya akan cerita soal sesi sharing time yang baru saja kami (PESERTA ODOP) lakukan pada hari Senin, 11 Januari 2020 kemarin.

Sharing yang berlangsung dari Zoom ini menghadirkan Mbak Muyassaroh Hafidzoh, seorang penulis novel Hilda dan Cinta Dalam Mimpi sebagai pemateri.

Acara ini didukung oleh mubadalah.id dan Indonesian Content Creator (ICC). Lalu bagaimana acaranya berlangsung? Kita akan bahas satu persatu yes!

Dibuka dengan Perkenalan Mubadalah

Saat itu, sebelum acara dimulai, Mbak Karimah sebagai Host sekaligus Founder ICC membuka acara dengan do'a bersama. 

Lalu setelah itu seseorang yang dipanggil Mas Mumu dari Media Mubadalah dipersilakan untuk mewakili Mubadalah.

Apa itu Mubadalah? Berikut yang saya kutip dari websitenya:

Mubadalah adalah media Islam dan relasi kesalingan antar individu maupun kelompok, terutama antara laki-laki dan perempuan. 

Terinspirasi dari prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin, Mubadalah hadir untuk untuk meneguhkan dan mempopulerkan nilai-nilai keadilan dan kesalingan dalam relasi laki-laki dan prempuan, pada tataran praktek kehidupan sehari-hari, dalam keluarga maupuan bermasyarakat.

Mubadalah menghadirkan isu-isu gender dan soal Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Konten mubadalah variatif. 

Mubadalah juga menerima kiriman berbentuk tulisan, infografis dan video. Pelatihan kepenulisan, workshop, dan pembuatan konten sering dilakukan juga oleh Mubadalah. Kurang lebih begitu yang disampaikan oleh Mas Mumu.

Memulai Acara Sharing Bersama Mbak Muyassaroh

Dengan tema sharing; Peran Keluarga Sebagai Support System Penyintas Kekerasan Seksual, sharing ini berlangsung seru. 

Sebelumnya pernah dengar Penyintas Kekerasan? Penyintas Kekerasan adalah orang-orang yang berhasil bertahan dan bangkit dari permasalahan kekerasan yang dialaminya di masa lalu. 

Begitu pun dengan penyintas kekerasan seskual. Mereka adalah para survivor of violence yang tetap harus didukung.

Mbak Muyassaroh ternyata menulis novel Hilda dari keresahan dan kegelisahan beliau soal kekerasan seksual yang sering terjadi pada wanita namun malah menerima ketidakadilan.

Sudah korban, disalahkan pula. Lalu ketika melapor malah tidak dipercaya. Ada juga yang dikucilkan.

Salah satu niat besar lainnya dari ibu beranak 3 ini juga muncul karena terdorong dari Kongres Ulama Perempuan di Cirebon di mana salah satu isu yang diangkat tahun 2017 adalah tentang kekerasan seksual.

Beberapa Ketidakadilan Pada Perempuan

Sebagai perempuan, memang bahkan sebelum Islam datang kita ketahui banyak ketidakadilan yang terjadi. 

Salah satunya adalah tidak diinginkannya anak perempuan sehingga harus dibunuh ketika lahir. Miris. Tapi memang begitulah kenyataannya.

Adapun beberapa bentuk ketidakadilan masa kini yang dipaparkan pemateri adalah:

> Subordinasi

Sesungguhnya, kecakapan dalam bekerja seharusnya tidak ditentukan oleh jenis kelamin. Namun pada kenyataanya, saat ini banyak pekerjaan yang menomorsatukan lelaki daripada wanita.

> Stereotype dan Pelabelan Negatif

Banyak yang melabeli bahwa wanita seharusnya hanya bekerja dalam ranah domestik.

Lalu, ketika anak laki-laki menangis, dianggap tidak pantas padahal itu wajar sebuah luapan emosi.

> Beban Ganda -yang dipaksakan-

Beberapa rumah tangga yang memiliki suami dan istri yang bekerja terkadang menjadikan wanita memiliki beban ganda yang berlebihan.

Sepulang kerja, hanya wanita yang diwajibkan untuk membersihkan ranah domestik. 

Padahal pembagian tugas bukan hal yang salah. Bahkan dalam esensinya, pemimpin rumah tangga adalah pelayan bagi keluarganya.

> Marginalisasi

Ini adalah proses di mana terjadi ketidakadilan karena kurangnya pemahaman tertentu. 

Seperti buruh pabrik yang tengah hamil dan izin, maka gajinya akan dipotong sama seperti halnya laki-laki yang izin.

> Kekerasan

Sudah terjadi banyak kasus di mana wanita menjadi objek kekerasan. Ketika dilaporkan, malah akan menjadi bumerang untuk pelapor sendiri. Akhirnya korban menjadi tidak berdaya.

Kisah Seorang penyintas yang Pernah Berusaha Bunuh Diri

Percaya atau tidak menurut Kementrian Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), kasus kekerasan seksual kepada anak sebagai korban dilaporkan kini menduduki peringkat pertama ( hingga 31 Juli 2020).

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI, Nahar menyebutkan jumlah anak korban kekerasan seksual hingga periode Juli 2020 mencapai angka 2.556 anak dari total 4.116 kasus. 

Ya Allah 😭

Adapun dari pengalaman sendiri, Mbak Muyas menceritakan salah satu penyintas kekerasan seksual (pernah menerima kekerasan seksual). Yang pernah beliau wawancarai.

Katanya, pelaku justru datang dari keluarga terdekat. Saat korban menceritakan hal tersebut kepada ibunya, malah dimarahi. 

Ketiga kalinya, diminta untuk tidak mengungkit lagi karena sang ibu tidak percaya sama sekali omongan anaknya.

Akhirnya si anak berusaha bunuh diri. Mulai mengiris nadi dengan silet, hingga lompat dari ketinggian. Namun si korban tetap belum dipercayai.

Ketika ditanya kenapa sekarang sudah bangkit? Jawabannya adalah karena ternyata Allah masih sayang sama dia. Dia bunuh diri, tapi tidak juga berhasil.

Dia akhirnya fokus pada pendidikannya, dan hingga kini sudah tamat kuliah. 

Dari cerita ini kita bisa lihat bahwa yang justru menjatuhkan sesorang bukan orang luar, tapi dari keluarganya sendiri. Astagfirullah. Semoga kita tidak seperti itu.

Ketika Menjadi Keluarga atau Kenalan dari Korban Kekerasan Seksual

Seharusnya, jika kita menjadi keluarga atau kenalan yang di mana keluarga kita menjadi korban, terlebih dahulu tanyakan keadaannya, begitu yang disampaikan Mbak Muyass. 

Tidak langsung mencerca dengan banyak pertanyaan mengapa. Tidak menyalahkan pakaian dan apapun yang berkaitan dengan bentuk menyalahkan korban dan terlihat mendukung pelaku.

Korban sudah sakit, ditambah mentalnya dijatuhkan. 

Seorang korban hanya butuh dukungan dan keadilan. Sedangkan para pelaku banyak yang bebas berkeliaran.

Ketika Menjadi Korban, Apa yang Harus Dilakukan?

Hal yang pasti adalah kita wajib melapor. Bagaimanapun caranya tetap jangan sampai diam. Ktia tidak tahu akan berapa banyak korban lagi yang akan berjatuhan.

Berkaca dari Kasus Baiq Nuril

Saya langsung mengingat Ibu Baiq Nuril soal bagaimana kasus hukum seperti kekerasan seksual, memang banyak yang tidak memberikan keadilan pada korban.

Tahu kan kasusnya? Karena dia merekam atasannya ketika berbicara tidak pantas di telepon, dia yang malah dijadikan tersangka UU ITE. 

Padahal jelas bahwa beliau adalah korban. Ah entahlah akan jadi apa negeri ini.

Bu Baiq Nuril bahkan diminta harus bayar  denda 500 juta.

Bu Baiq Nuril berusaha berjuang bersama teman-teman lain. Hingga aju banding dan PK tidak tembus, langkah terakhir adalah meminta amnesti Presiden. 

Untungnya saat itu cepat ditanggapi hingga akhirnya Bu Baiq Nuril bebas.

Kesimpulan

Sesi kemarin bener-bener banyak diskusi yang menarik. Dari pertanyaan-pertanyaan peserta, akhirnya muncul berbagai hal yang bisa dikulik lebih jauh lagi. 

Dari pemaparan Mbak Muyass terkait prinsip kesalingan lelaki dan perempuan pun saya jadinya bisa belajar banyak hal.

Selama ini saya juga sering menganggap ada ketidakadilan dalam ranah domsetik.

Banyak di beberapa keluarga di Indonesia yang mewajibkan wanita yang mengerjakan pekerjaan rumah.

Padahal pada hakikatnya lelakilah yang berkewajiban. 

Wanita hanya melayani suami. Urusan wanita ingin membantu urusan domestik biarlah menjadi kesepakatan bersama dan kerelaan istri. 

Bukan malah dibebankan hanya kepada istri. Syukurnya suami saya pribadi mau ikut soal mengerjakan tugas-tugas negara, hehe.

Adapun korban kekerasan seksual, kita semua berharap semoga tidak terjadi lagi. 

Para korban bisa segera bangkit, hukum lebih baik, tidak ada lagi yang mengucilkan dari lingkungan, dan korban bisa memulai hidupnya kembali. 

Terakhir yang juga tak kalah penting, para pelaku bisa mendapatkan hukuman setimpal. Aamiin.

Sumber:

https://depok.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-09687377/kementerian-ppa-per-18-agustus-2020-jumlah-kekerasan-seksual-kepada-anak-sebanyak-4833-kasus

Gambar:

unsplash.com

Baca Juga
Triyatni A.

Terima kasih telah membaca tulisan di blog ini, semoga bermanfaat ya ^^ Untuk sharing atau kerjasama lebih lanjut bisa hubungi di Instagram: @pohontomat atau email: pohontomat.com@gmail.com

Jika Anda pengguna blogger, harap membuat publik profil blogger sebelum berkomentar agar tidak broken link ya.

Sebaiknya jangan anonim agar bisa saling mengunjungi ...

Komentar muncul setelah dimoderasi.
Terima kasih telah membaca dan berkomentar 😊

Salam kenal ...