MASIGNASUKAv102
3466012207913743702

Mengakui, Menerima, dan Memaafkan (Ruang Pulih Journey Part 7)

 Mengakui, Menerima, dan Memaafkan (Ruang Pulih Journey Part 7)
Add Comments
1/06/2022
Daftar Isi [Tampil]

grandma

Alhamdulillah sampai pada artikel ketujuh. Untuk menulis artikel terakhir dari perjalanan saya bersama Ruang Pulih ini, memang tidak mudah. Bukan karena tidak ada kesempatan, namun entah mengapa, hamil muda ini membuat saya malas menyentuh laptop maupun blog pribadi saya. 

Ada rasa jemu, bosan, dan ya sesekali saat ada niat, mual dan lemas menerjang. Tapi semua itu memang hanya alasan. Konsisten dan disiplin saya yang kurang. Tahun baru bukannya membuat resolusi baru, malah tidak melakukan apapun. Hehe, beginilah saya. 

Bagi yang minat baca artikel sebelumnya, bisa cek di sini:

1. Inner Child Healing (Ruang Pulih Journey Part 1)

2. Memberi Makna dan Mengatur Frekuensi yang Tepat (Ruang Pulih Journey Part 2)

3. Inner Child Sebagai Penghambat atau Penghebat? (Ruang Pulih Journey Part 3)

4. Tentang Memaafkan dan Healing Process (Ruang Pulih Journey Part 4)

5. Tentang Child Free Menurut Psikolog dan Pengalaman Hidup Kak Seto (Ruang Pulih Journey Part 5)

6. Review Buku Luka Performa Bahagia (Ruang Pulih Journey Part 6)

Di artikel ketujuh ini, saya ingin berbagai soal bagaimana saya akhirnya mulai berproses bertumbuh semenjak bertemu dengan Ruang Pulih. Saya akui, bersama dalam satu grup dengan orang-orang yang ingin memulihkan diri itu agak rumit. 

Di satu sisi, saya tipe orang yang sebenarnya tidak suka mendengarkan keluhan orang lain. Namun di sisi lain, ketika melihat teman-teman berbagi kisahnya, saya semakin sadar bahwa pada kenyataannya semua orang punya masalah. Dengan porsinya masing-masing tentunya.

Semenjak sesekali ikut melihat perjalanan orang-orang juga di cuitan media sosial, saya semakin merasa berempati. Acap kali terbersit untuk mengeluh dan marah di media sosial, saya mengingat teman lain yang mungkin ingin berada di posisi saya. 

Saya lantas menghentikan maksud saya. Mungkin sesekali ada curhat di balik retweet. Ya, saya seringnya curhat di Twitter. Karena tidak ada keluarga saya di sana, hehe. Entah mengapa saya lebih nyaman dengan orang yang tidak dikenal. 

Satu hal yang pasti adalah, saya kini lebih santai menjalani hidup. Rasa cemas dan insecure mulai berangsur-angsur pudar. Dulu, ketika ada masalah dengan pasangan, saya bisa memikirkannya berhari-hari. Nangis berhari-hari. Badan terasa dingin padahal cuaca panas.

Namun alhamdulillah beberapa bulan terakhir, saya tidak lagi merasakan hal seperti itu. Entah mengapa, saya lebih enteng melihat semuanya. 

Perjalanan ruang pulih in memang dimulai dengan mengenali inner child kita. Apa yang anak kecil di dalam diri kita butuhkan. Apa yang membuat inner child kita takut, apa yang diinginkan oleh inner child kita, dan bagaimana mengasuhnya sebagai sudut pandang inner parent

Tahap selanjutnya ketika kita mengenali hal tersebut, kita kemudian harus berusaha mengakui. Memang kita begitu adanya. Apa yang kita punya, apa yang kita tidak miliki, tidak bisa kita tolak keberadaannya. 

Langkah selanjutnya yang saya lakukan adalah, menerima semuanya. Menerima kalau saya punya kekurangan itu. Menerima kalau saya punya masa lalu itu. Menerima kalau saya punya keluarga dengan karakter A, B, X, Z. 

Tidak mudah. Apalagi terkadang kita berpikir, kenapa sih keluarga saya kayak gini? Sedangkan keluarga lain ini itunya baik? Didukung? dll. 

Yes, sekali lagi tidak mudah. Mengakui dan menerima segala yang terjadi di kehidupan kita memang adalah langkah awal yang baik untuk mulai mengerti apa yang harus kita lakukan ke depannya. Terkadang kita memang hanya butuh tempat untuk belajar dan melihat dari sudut pandang lain.

Ketika sudah selesai pada tahap atau proses mengakui dan menerima ini, kita harus berlanjut ke tahap yang lebih berat, tahap akhir. Tahap memaafkan. Selama ini, saya berusaha tetap menjalin baik hubungan dengan siapapun yang mungkin pernah menyakiti, baik itu keluarga, pasangan ataupun teman-teman. Bisa dibilang, saya bukan orang yang senang punya musuh. 

Saya meyakini, kita tidak bisa menilai seseorang dari satu kesalahan yang diperbuatnya. Saya juga memikirkan bhawa, saya pun sering membuat kesalahan. Tapi Tuhan selalu membuka pintu taubat untuk saya. Kenapa saya tidak bisa menerima kesalahan orang lain? Atau mungkin bisa jadi, hanya kita yang menganggapnya masalah bukan?

Paling penting dari semuanya adalah komunikasi. Memiliki masalah terkait dengan hubungan manusia memang rumit jika tidak ada komunikasi yang tepat. Kesalahpahaman sering terjadi. Jadi biasakan untuk menceritakan yang terjadi, temukan solusi, dan menerima, juga memaafkan. Bukan untuk mereka, tapi untuk kebaikan diri sendiri. 

Apa yang sudah berlalu biarlah berlalu. Mengungkung pikiran dalam memori masa lalu bukan lagi menjadi kesalahan orang lain, tapi itu adalah kesalahan kita sendiri.


Kita bisa mengontrol pikiran yang baik untuk diri kita. Tapi kita sering terjebak dengan kilas balik rasa sakit dalam ingatan. Padahal semuanya sudah tidak real alias hanya berwujud memori. 

Terakhir, semoga kita bisa menjadi lebih baik dalam berproses. Hidup memang diciptakan dengan berpasang-pasangan. Ada sedih, ada bahagia, ada sakit ada sehat, ada suka ada benci. Oleh karena itu, patutlah kita untuk melakukan semuanya secukupnya. Karena apa yang menurut kita sedih hari ini, bisa saja kita tertawakan di masa depan. Semua perjalanan hidup, insyaaAllah ada hikmah di baliknya.  

Ilustrasi: unsplash.com
Baca Juga
Triyatni A.

Terima kasih telah membaca tulisan di blog ini, semoga bermanfaat ya ^^ Untuk sharing atau kerjasama lebih lanjut bisa hubungi di Instagram: @pohontomat atau email: pohontomat.com@gmail.com

Jika Anda pengguna blogger, harap membuat publik profil blogger sebelum berkomentar agar tidak broken link ya.

Sebaiknya jangan anonim agar bisa saling mengunjungi ...

Komentar muncul setelah dimoderasi.
Terima kasih telah membaca dan berkomentar 😊

Salam kenal ...


  1. Mengakui dan menerima segala yang terjadi di kehidupan kita memang gak mudah. Bukan karena gengsi atau malu. Tapi kadang emang gak tau harus mulai dari mana

    BalasHapus
  2. Semangat ya mbak..
    Memahami inner child memang butuh kelapangan dana, kelapangan untuk menerima diri apa adanya dan keberanian juga untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

    Ditunggu blog walkingnya ke satsumabiru.art ya mbak...

    BalasHapus
  3. Wah aku juga hobby curhat di twitter nih mbak, lebih tepatnya sih "sambat" ya. Hehe

    Btw aku tipe orang yang susah memaafkan atau mungkin tipe yang memaafkan tapi tidak lupa. Dan ya memang sikap yang seperti ini tuh nyiksa diri sendiri, sedih banget. Kudu banyak banyak belajar lagi nih, belajar menerima, belajar ikhlas belajar memaafkan

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah ya mbak, setelah mengikuti healing dari parade ruang pulih ini saya udah gak lagi teringat masa lalu yang kelam. Udah bisa mengikhlaskan..lebih legowo menjalani hidup

    BalasHapus
  5. terharu baca ceritanya, aku jadi penasaran pengen ikutan juga :) memang rasanya butuh pihak ketiga ya buat release semua masalah yang gak bisa ditangani sendiri

    BalasHapus
  6. kak Tri beruntung nih bisa ikutan ruang pulih, ini semacam komunitas kah kak? bicara soal inner child emang prosesnya panjang dan gak mudah. juga gak instan. bagi saya pribadi butuh 10 tahun untuk menerima dan memaafkan. dan baru setelah punya blog pribadi, inner child berangsur terselesaikan.

    BalasHapus